Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, semangat otonomi telah membuat daerah-daerah otonom untuk berlomba-lomba memajukan daerahnya sendiri. Dengan banyaknya kewenangan yang diberikan kepada daerah, maka daerah akan lebih leluasa untuk mengembangkan potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
Dengan mengembangkan potensi yang ada di daerah ini diharapkan dapat meningkatkan PAD guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Walaupun sebagian besar APBD daerah masih tergantung pada pusat, setidaknya dengan meningkatkan PAD melalui potensi unggulan daerah ini akan sangat membantu keuangan daerah.
Sejak dimulainya era otonomi berarti setiap daerah harus mampu menggali sebesar-besarnya potensi unggulan yang dimiliki dan mampu mengembangkannya. Dengan demikian daerah tersebut akan mampu menyelenggarakan pemerintahannya sendiri secara mandiri sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
A. Sejarah Singkat Kabupaten Lima Puluh Kota
Kabupaten Lima Puluh Kota terbentuk pada awal kemerdekaan, tepatnya tanggal 8 Oktober 1945. Pada saat itu Muhammad Syafei sebagai Residen yang I (pertama) untuk Sumatera Tengah mengeluarkan ketetapan yang membagi Sumatera Tengah menjadi delapan Luak, yaitu Luak Padang dan sekitarnya, Painan, Kerinci/Indrapura, Tanah Datar, Agam, Lima Puluh Kota, Solok/Sawahlunto, dan Pasaman. Untuk Kepala Luak Lima Puluh Kota diangkatlah Syafiri Gelar St. Pangeran.
Pada tanggal 15 November 1945, Roesad Dt. Perpatih Baringek diangkat sebagai Residen II (kedua) Sumatera Tengah. Dan pada tanggal 23 Januari 1946 terjadi perubahan dalam kepamongprajaan, dimana sebutan Kepala Luak diganti dengan sebutan Wali Luak. Saat itu diangkatlah Bagindo Moerad sebagai Wali Luak Lima Puluh Kota, dan diangkat pula:
1. Demang Suliki yaitu Arisoen St. Alamsyah dari anggota Komite Nasional Payakumbuh
2. Demang Payakumbuh yaitu Malik Sidik dari anggota Komite Nasional Bukittinggi
3. Demang Bangkinang yaitu Sutan Bahroemsyah dari wakil demang Bangkinang
Berdasarkan Peraturan Komisaris Pemerintah Pusat di Bukittinggi No.81/Kom/U tanggal 30 November 1948, Luak Lima Puluh Kota berubah nama menjadi Kabupaten Sinamar dengan wilayah mencakup kewedanaan Payakumbuh, Suliki dan Tanah Datar dengan ibukotanya Payakumbuh. Akan tetapi sebelum pemerintah terbentuk pihak penjajahan Belanda melancarkan Agresi ke II-nya. Selama Agresi Belanda Kabupaten Lima Puluh Kota dipimpin oleh Bupati Militer Arisun St. Alamsyah, dan setelah beliau gugur di Situjuh tanggal 15 Januari 1946 digantikan oleh Bupati Militer Saalah Sutan Mangkuto.
Setelah Cease fire yaitu tanggal 9 November 1949 dikeluarkanlah Instruksi Gubernur Militer No.10/GM/S.T/49 Propinsi Sumatera Tengah tentang pembentukan Kabupaten berotonomi, seperti yang dimaksudkan oleh UU No.22 tahun 1948, dimana untuk Kabupaten Lima Puluh Kota diresmikan pada tanggal 19 November 1949 dengan wilayah Kecamatannya yaitu: Payakumbuh, Luhak, Harau, Guguk, Suliki, Pangkalan Koto Baru, dan Kapur IX. Selanjutnya di era otonomi yaitu sejak di berlakukannya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah jumlah Kecamatan mengalami perubahan menjadi 13 Kecamatan serta Pemerintahan desa yang semula berjumlah 180 desa berubah menjadi pemerintahan nagari yang berjumlah sebanyak 76 nagari.
GAMBARAN UMUM DAN KONDISI DAERAH
A. KONDISI FISIK
Letak, Luas dan Batas Wilayah
Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan daerah yang terletak pada bagian Timur Wilayah Propinsi Sumatera Barat, dan merupakan pintu gerbang Sumatera Barat menuju pantai Timur pulau Sumatera. Pantai Timur yang berbatasan langsung dengan perdagangan Selat Malaka termasuk ke dalam “ Development Gravity Centre “ dunia Abad 21. Menjadikan daerah ini sebagai wilayah jalur strategis perdagangan utama menuju wilayah Timur. Secara geo ekonomis terintegrasi langsung dengan perekonomian wilayah Propinsi Riau.
Secara geografis terletak antara 00 22’ LU dan 00 23’ LS’ serta antara 1000 16’ - 1000 51’ BT, dengan luas daratan mencapai 3.354,30 Km2. Kabupaten ini memiliki batas wilayah administratif dengan :
- Sebelah Utara dan Timur : Kabupaten Kampar dan Rokan Hulu di Propinsi Riau
- Sebelah Selatan : Kabupaten Tanah Datar di Prop.Sum.Barat
- Sebelah Barat : Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Agam di Prop.Sumbar
Secara administratif Kabupaten Lima Puluh Kota terdiri dari 13 Kecamatan dan 76 Nagari. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Kapur IX dengan luas 723,36 Km2 dan yang terkecil adalah Kecamatan Luak dengan luas 61,68 Km2 .
Topografis, Fisiografis, Geologi dan Tanah.
Topografi Kabupaten Lima Puluh Kota bervariasi antara datar, landai, bergelombang dan berbukit-bukit, dimana dapat diklasifikasikan atas datar (0–2 %) seluas 51.718 hektar, landai (2–5 %) seluas 56.441 hektar, bergelombang s/d curam (15-40 %) seluas 110.927 hektar, dan sangat curam (lebih dari 40 % ) seluas 116.344 hektar. Sementara ketinggiannya berkisar antara 110 meter s/d 791 meter. Di daerah ini juga terdapat 3 buah gunung berapi yang sudah tidak aktif lagi yaitu Gunung Sago (2.261 M), Gunung Bungsu (1.253 M) dan Gunung Sanggul (1.495 M).
Dari sudut tinjauan fisiografis, wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota terletak pada kawasan pegunungan Bukit Barisan yang merupakan pegunungan patahan dengan dua jalur lembah (basin), masing-masing basin Batang Sinamar yang bermuara ke sungai Batang Hari di Propinsi Jambi dan basin Batang Kampar yang bermuara ke sungai Kampar di Propinsi Riau.