Sebuah menara setinggi 40 meter tampak menjulang di sisi Jalan Raya Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Menara itu seolah-olah mencoba menggapai langit. Dari puncak menara itu, suara muadzin menggema, mengundang umat muslimin di daerah kawasan pusat pendidikan Jatinangor ini, untuk mengerjakan salah satu perintah-Nya.
Menara masjid itu terletak di bagian timur dari gerbang utama kompleks ini. Perasaan damai dan nyaman segera merasuki di hati setiap insan yang menginjakkan kaki di aula dalam masjid ini. Tampak lampu kristal yang dengan anggunnya tergantung tepat di tengah aula. Sekilas tampak, beberapa pemuda berseragam coklat tengah bercengkerama di salah satu teras masjid yang berlapiskan marmer coklat itu.
Tak lama kemudian, semakin banyak pemuda-pemudi berseragam yang sama, memenuhi ruangan berukuran 25 x 25 meter ini. Masjid yang terdiri dari dua lantai ini merupakan masjid unik. Kehadirannya, bisa jadi merupakan masjid terbesar yang pernah ada di Jatinangor. Secara visual warna putih yang mendominasi masjid ini bisa jadi mencerminkan kesucian dan kebersihan hati dari para muslim dan muslimah yang beribadah di tempat itu.
Lantai pertama masjid, merupakan aula yang berfungsi sebagai ruang utama muslimin dan muslimah serta tempat shalat, diskusi dan dzikir. Sedangkan lantai kedua, meskipun jauh lebih kecil dari pada lantai pertama, lantai ini lebih sering digunakan sebagai tempat akhwat (wanita) shalat. Dari lantai kedua ini, kita bisa melihat dengan jelas tempat berdirinya khatib hingga posisi saf (barisan) paling depan dalam shalat berjamaah di lantai satu.
Dari empat sisi yang ada pada masjid ini, kita juga bisa melihat pemandangan yang berbeda-beda. Dari arah barat daya, kita akan melihat jalan raya yang menghubungkan Bandung-Sumedang dengan sudut yang berbeda, karena posisi masjid ini terletak sekitar 15 meter di atas jalan raya. Sehingga, sudut pandang itu cukup mengasyikan bagi kita untuk melihat kepadatan arus lalulintas. Sedangkan dari arah tenggara, kita akan disambut oleh rindangnya pepohonan dan halaman.
Masjid ini, memiliki kapasitas yang konon mencapai 2.000 orang, ditambah dengan kapasitas ruang utama yang 3.000 orang. Maka, kapasitas yang ada itu, bisa jadi melebihi kapasitas dari jumlah 'penghuni' instansi pemilik masjid itu sendiri. Sebenarnya, dimana instansi dan apa keistimewaan masjid yang satu ini? Masjid Da'rul Maarif, itulah nama masjid yang dimaksud.
Masjid ini terletak di kompleks Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, kampus yang beberapa waktu lalu sempat menjadi sorotan masyarakat seiring dengan terungkapnya kasus penganiayaan senior terhadap junior medio 2003 dan 2006 lalu. Menurut Ketua DKM Da'rul Maarif, Drs Abdul Kadir Kastella MSi, masjid ini didirikan secara bertahap pada 1995-1996, tepatnya pada masa kepemimpinan IGK Manila.
Kehadirannya, diperlukan karena masjid yang lama dinilai tidak mamadai untuk menampung jamaah seiring dengan bertambahnya praja STPDN dan mahasiswa perguruan tinggi lain di sekitar kampus STPDN. Abdul Kadir menambahkan, masjid ini sudah mengalami dua kali renovasi yaitu pada tahun 2001 dan 2002. Yang paling jelas dari renovasi itu adalah bentuk atap yang berubah secara drastis.
Semula masjid ini berbentuk kerucut menjulang, menjadi berbentuk kubah seperti layaknya masjid lainnya. Hal ini diakui Ahmad Endarto, kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Rohis IPDN, sebagai bentuk penyesuaian dengan kebiasaan yang berlaku di Jawa Barat. Selain itu, renovasi juga dilakukan terhadap sarana tempat wudlu dan teralis yang kini sebagian mulai digantikan posisinya oleh kaca.
''Kepala STPDN ketika itu, IGK Manila menghendaki bentuk atap dari masjid ini mencerminkan daerah asalnya yaitu Bali. Jadilah atap masjidnya berbentuk kerucut menyerupai tempat ibadat agama Hindu,'' jelas Endarto, praja asal Kalimantan Barat, saat ditemui di ruang rohis STPDN. Namun seiring dengan pergantian kepala STPDN, atap masjid itu diubah menjadi kubah. Hal ini dilakukan pada masa kepemimpinan Sutrisno.
Kegiatan rutin di masjid ini adalah pengajian bersama yang melibatkan puluhan praja setiap hari Ahad pagi, Selasa dan Kamis malam. Menurut Rohis IPDN, lambat laun hal ini (pengajian) dianggap membosankan oleh sebagian praja. Karena itu, kata dia, belakangan pihaknya mencoba menyuguhkan sesuatu yang berbeda. Yaitu dengan cara memutar film di hari Ahad pada pekan keempat setiap bulan.
Menurut Rohis IPDN, pihaknya bersama dengan BEM Da'rul Maarif menargetkan kehadiran masjid ini bukan hanya sebagai tempat ibadah yang asri dan nyaman. Namun juga sebagai Islamic Center di wilayah Jatinangor. Hal ini mulai dirintis dengan terkumpulnya ribuan buku di perpustakaan. ''Kami juga tengah merintis kerja sama dengan pesantren-pesantren yang ada di wilayah Jatinangor.
Berikut pemandangan dari menara mesjid Daarul Maarif
Posted by
Unknown
1 comments:
.:: Hadirilah Kajian 'Ilmiah ::.
Bersama:
Ustadz DR. 'Ali Musri hafizhohullah. Dengan tema: "Terorisme Meracuni Islam".
Dilaksanakan di Masjid Darul Ma'arif IPDN-JATINANGOR.
Pada hari Sabtu, 26 Nov 2011, pukul
08.30 - selesai .
Syaikh 'Ali Musri hafizohullah adalah
peraih Nobel di Madinah tahun 2009 dalam keunggulan prestasi ke-'Ilmiyahan, sebagai Mahasiswa Teladan pd tahun 1999 di Universitas Madinah. Mudah2an kita diberikan 'ilmu yg bermanfa'at dengan
menghadiri acara tersebut.
Barokallohufiik.
Sebarkan !!!
Posting Komentar